Lompat ke konten utama
Kesehatan Mental

Saat Pandemi Usai, Hal-hal Ini Yang Tertinggal Pada Kita

03/2023
person holding lemon tea

Tiga bulan sudah, dunia yang kita kenal selama ini telah berubah. Sejak virus corona merebak dan akhirnya ditetapkan menjadi pandemi oleh WHO pada Maret lalu, kehidupan kita tidak lagi sama. Satu hal yang pasti berubah adalah cara kita menjalaninya.

Isolasi adalah hal utama yang menjadi kata kunci. Isolasi bukan cuma sebagai dampak dari penyebaran Covid-19 tapi juga menjadi penyebab berbagai perubahan yang terjadi pada kita. Isolasi tidak hanya dilakukan orang yang terinfeksi virus ini. Semua orang, diminta melakukan isolasi pada porsi tingkatannya masing-masing.

Sejumlah negara menerapkan pembatasan dengan kadar yang berbeda-beda. Lockdown, istilah yang paling umum, di mana sebagian menyebutnya karantina wilayah atau karantina nasional. Indonesia memilih istilah yang lebih halus dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Semua bermuara pada satu tujuan, mendorong individu melakukan isolasi mandiri di ruang privat mereka masing-masing, berdiam diri di rumah.

Bagi sebagian besar orang, mungkin termasuk Anda, isolasi bukanlah hal yang menyenangkan untuk dibayangkan apalagi dijalani. Bahkan mereka yang sehari-harinya bekerja di rumah, seperti pekerja freelancer atau ibu rumah tangga pun selalu bisa bepergian keluar. Tapi, kali ini kita berada di rumah karena keharusan. Setiap langkah kita keluar rumah, memiliki konsekuensi dan perlu diimbangi dengan sejumlah penerapan protokol yang mesti dipatuhi.

Stres? Tentu hal itu sangat mungkin menjalari Anda. Kondisi ini bisa membuat kondisi psikologis rentan terhadap kejenuhan yang bisa berujung stres. Namun, apakah benar hal-hal negatif saja yang menyertai kehidupan kita saat pandemi ini? Bagai dua sisi mata uang, hal yang buruk pasti hadir bersama hikmahnya. Ada banyak hal yang biasa kita lakukan selama tiga bulan ini. Cukup untuk membuat kita menyadari bahwa hal-hal ini bisa kita teruskan meski pandemi nanti usai.

Hal-hal yang berguna ini bisa terus melekat pada kita.

 

Lebih Menghargai Waktu dengan Keluarga

Mereka yang awalnya resah karena tidak berangkat kerja atau beraktivitas ke luar rumah, mulai menemukan bahwa mereka menghemat banyak waktu yang biasa dihabiskan untuk perjalanan. Apalagi mereka yang tinggal di kota-kota besar dan tersita dalam kemacetan setiap harinya.

Kini, dengan work from home, mereka cukup masuk ke ruang kerja dan membuka laptop. Sebagian lainnya, tinggal melakukan rapat-rapat melalui sambungan telepon. Saat jeda tengah hari, santapan makan siang pun bisa dinikmati bersama anggota keluarga. Hal sesederhana ini, menjadi rutinitas baru yang ternyata begitu berharga.

Tentu pada saatnya kembali kerja di kantor nanti, hal ini tidak dapat lagi kita teruskan. Tapi ternyata, kita sudah menyadari sesuatu yang berarti dari rutinitas baru ini. Betapa kebersamaan bersama pasangan, anak, atau anggota keluarga lainnya itu begitu mahal dan menyenangkan. Bahkan nanti, Anda kemungkinan akan tetap mengusahakan untuk menyisihkan satu waktu makan bersama keluarga. Para pasangan yang sama-sama bekerja, bisa jadi akan sedemikian rupa mencocokan jadwal untuk makan siang bersama di luar kantor.

 

Disiplin dalam Menjaga Kebersihan Diri dan Lingkungan

Hal sesederhana cuci tangan atau mandi, sudah diajarkan sejak kita kecil. Begitu sederhananya sampai kita seringkali menganggap remeh hal itu. Seringkali kita mencuci tangan ala kadarnya atau hanya membasahi tangan. Setelah pandemi ini, kita punya kesadaran untuk mencuci tangan adalah aktivitas super penting dan mesti dilakukan sungguh-sungguh.

Kebiasaan-kebiasaan dalam menjaga kebersihan tidak hanya dengan mencuci tangan dan mandi lebih sering–karena kita bahkan telah terbiasa mandi setiap kali harus keluar rumah di tengah pandemi. Tapi terlepas dari itu, kita juga lebih sering membersihkan barang-barang pribadi yang sering melekat pada selama kita beraktivitas.

Bahkan hal-hal di sekitar kita pun akan menjadi perhatian karena risiko penularan bisa terjadi dari mana saja yang tanpa diduga akan berpapasan dengan kita. Dengan menyadari itu, kita tidak akan menjadi egois. Kebersihan lingkungan di luar diri kita pun menjadi sesuatu yang akan kita pedulikan. 

 

Menemukan Hobi yang Terlupakan

Seorang teman kembali rajin bersepeda ke hutan kota yang sepi setiap pagi. Sedangkan kawan lain mengaku baru tersadar bahwa kue-kue bikinannya ternyata enak. Resep-resep baru pun terus dijajalnya setiap kali ada jeda seusai deadline pekerjaan hariannya rampung.

Hal-hal yang dulu hanya bisa dilakukan saat weekend atau bahkan sebulan sekali, bisa Anda lakukan lebih sering atau lebih lama sekarang. Tapi tidak hanya itu, Anda juga bisa mengeksplorasi hobi itu dengan kreativitas baru. Kalau dulu Anda hanya suka berkebun dua minggu sekali, kini, ada waktu untuk membuat sendiri pot-pot tanaman hidroponik yang cantik. Anda menghiasnya dan menyusunnya dengan metode khusus. Tanpa disadari, hobi lama Anda, berkembang jadi hobi baru yang mencerahkan.

 

Makan Lebih Sehat

Survei berbagai lembaga menyebutkan masyarakat lebih suka memasak sendiri ketimbang membeli makanan di luar saat pandemi. Riset pasar yang dilakukan Mintel misalnya, menyebut bahwa terjadi perubahan perilaku dan sentimen konsumen di Asia Tenggara terhadap industri makanan dan minuman. Selain lebih suka mengolah sendiri makanannya, konsumen juga lebih peduli tentang kandungan gizi bahan makanan.

Mereka juga lebih suka belanja online dalam membeli bahan makanan karena mengurangi risiko belanja keluar rumah. Atau jika membeli makanan jadi, mereka lebih peduli pada kemasan dan seberapa higienis layanan antar itu.

Mereka pun menemukan, konsumen lebih peduli pada makanan atau minuman yang berkhasiat atau berhubungan dengan imunitas tubuh, kebugaran, dan kesehatan. Jika terus memperhatikan asupan makanan sebaik ini, pasti efek positifnya terasa pada tubuh. Anda tidak akan mau kehilangan ini meski tidak lagi pandemi kan?

 

Lebih Patuh untuk Antre

Tidak seperti di Jepang, Taiwan, atau Korea Selatan, antre belum menjadi kebiasaan dalam masyarakat Indonesia. Saat membeli makanan di sebuah gerai, kita biasa berkerumun. Siapa cepat, dia yang bayar duluan. Di kasir minimarket, di loket penjualan tiket, di stasiun kereta, di halte-halte busway, di tempat pengambilan barang. Di berbagai tempat kita melihat orang berkerumun, menyerobot, dan berdesakan.

Aturan physical distancing yang menjadi fokus utama dalam protokol kesehatan saat pandemi, mengubah semua ini. Mau tidak mau, kita harus berdiri berjauhan dalam antrean yang berjarak. Tidak bisa lagi beralasan, bahkan ada keterangan gambar kotak atau garis yang dipasang di lantai untuk memastikan hal ini. Setelah cukup lama mengantri dan berjarak, semoga ini akan tetap menjadi kebiasaan kita. 

 

Mengembalikan Porsi 'Me Time'

Sore hari di teras atau balkon, Anda duduk dengan secangkir teh dan kudapan sambil bersantai setelah beraktivitas di rumah. Rasa jenuh yang sejak pagi Anda keluhkan, serasa lumer dan pikiran mengawang mengingat beberapa hal yang tidak sempat Anda pikirkan sejak lama. Bisa jadi Anda menyebutnya sekadar melamun. Tapi momen kontemplatif macam itu bisa jadi punya efek yang positif pada kesehatan mental.

Selama ini, setiap ada waktu senggang atau jeda pekerjaan, agenda bersosialisasi sudah mengantre. Stres pekerjaan, Anda lantas merasa butuh hiburan. Entah nongkrong di kafe atau nyanyi di karaoke. Anda mulai lupa dengan waktu-waktu di mana hanya ada diri dan pikiran Anda sendiri. Padahal, 'me time' tidak kalah pentingnya dengan waktu hiburan dengan kawan dan rekan.

Setelah kembali punya waktu–bahkan banyak waktu–untuk duduk santai bersama pikiran sendiri, lambat laun Anda akan merasakan efek positifnya. Target-target atau impian lama, mulai Anda ingat kembali. Introspeksi-introspeksi diri yang akhirnya Anda akui, membuat Anda merevisi beberapa hal untuk dikerjakan keesokan harinya. Sedikit demi sedikit, Anda melihat masalah dengan lebih jernih karena punya waktu untuk duduk dan berpikir tenang. Hal ini akan Anda pertahankan meski kuantitasnya tidak sebanyak saat menjalani isolasi di masa pandemi. 

 

Menyadari Risiko Kesehatan Bisa Mengancam Kapan Saja

Selama ini bagi Anda yang sudah menjalani hidup dengan cukup sehat, mungkin tidak merasa takut akan ancaman penyakit. Tapi kasus khusus seperti pandemi yang melanda kali ini membuat Anda tersadar bahwa tidak semua ancaman bisa kita tangkal. Apalagi dengan penyakit yang dapat menular dengan sangat cepat dan mudah seperti Covid-19 ini.

Di saat seperti ini, Anda akan mulai mempertimbangkan untuk memberi perlindungan kesehatan jangka panjang untuk diri Anda maupun keluarga. Tidak ada yang dapat menghindari kondisi semacam ini. Yang bisa dilakukan adalah memastikan Anda akan mampu mendapatkan semua perawatan kesehatan yang terbaik.

Menjalani langsung hidup dalam pandemi membuat kita sadar pentingnya proteksi kesehatan. Asuransi dapat dijadikan  Anda untuk memberikan perlindungan tersebut. Tentu Anda tidak ingin bertaruh dengan kesehatan yang bisa berakibat fatal.